More Categories

Cari Blog Ini

Gambar tema oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 13 Oktober 2020

Dengkul Serasa Mau Copot Usai Terkena Sepak Suhu Kenthiris

 



Habis telah hari esok saya di Kompasiana, sesudah satu minggu lalu dengkul saya terserang sepak Prof Felix Tani. Saya betul-betul dikuliti tiada ampun dalam artikel "2 "Hantu Kekasih" Kocak di Manggarai Flores" (K, 3/10/2020).


Sesudah membaca artikel beliau itu, badan saya tiba-tiba kram samping, dengkul terasanya ingin lepas serta pernah memikir ngotot untuk jalan kaki dari Jogya ke Jakarta sampai berenang dari Pantai Kapuk ke Labuan Bajo.


Mujur saja masih sisa sedikit kewarasan dalam batok kepala untuk menyendat pergerakan pemikiran banal saya itu.


Selanjutnya, saya tidak menduga artikel mengenai Kakartana serta Ineweu sudah menghantarkan saya ke atas papan telenan untuk diirisi sampai tipis memakai pisau kenthiris.


tips buat mendapatkan mimpi buat togel online Tapi ya, demikianlah beliau. Saya malah suka terserang semprot temperatur kenthiris, Prof Felix. Tidak lupa animo yang setinggi-tingginya sebab beliau telah berusaha susah payah kembalikan saya ke jalan kenthir(isme). Ya, walau secara sedikit 'anu' serta 'nganu' sich. Tidak apalah, untuk satu kebenaran.


Dalam artikelnya itu, beliau benar-benar menyanyangkan ketaklogisan saya dalam menceritakan 2 figur makhluk lembut, Kakartana serta Ineweu, yang dahulu sempat bergentayangan di rimba Kekasih, Manggarai Barat.


Terkhusus untuk narasi Ineweu, contohnya, Prof Felix menjelaskan jika, saya di rasa tidak berhasil mendatangkan narasi seramnya Ineweu ke pembaca. Malah dari narasi Ineweu itu, pembaca justru ngakak guling-guling sampai ke ubun. "Memilukan saudara-saudara" terangnya.


Yang sangat tragisnya lagi, Prof Felix sukses membuka ke-cemen-an serta kejomloan saya di muka umum. Dengan berangkat dari pertimbangan Freud, beliau sukses 'memergoki' keinginan terkubur saya untuk selekasnya mendapati nona pasangan hidup.


Walau harus disadari jika, sekarang ini saya sedang ada di dalam fase-fase itu. Ehh, justru keceplosan. ^_^


**


Di galibnya, titik pijak perisakkan beliau pada ketidak logisan narasi Kakartana serta Ineweu berkesadaran di pandangan-pandangan gawat moderenisme, tentunya.


Jalur memikir beliau jelas serta tentunya sangat gawat dalam menanyakan kehadiran Kakartana serta Ineweu yang, jika bisa disebut, tidak logis serta irasional. Ihwal, dari keterangan saya tentang Ineweu itu, tidak ada bukti nyata/sahih yang dapat masuk di akal, kata Prof Felix.


Tapi dalam satu bagian, perlu dimengerti jika, jika menyinggung mithos tradisionil (baca: Kakartana serta Ineweu) tidak selalu dipandang seperti suatu hal yang tidak betul, tahyul, irasional serta tidak normal.


Tersebab asumsi ini cuman akan melahirkan laris represip serta mengekang kebebasan manusia dalam soal memikir serta pahami suatu hal. Sekalinya itu dalam pahami suatu hal yang karakternya abstraksi serta cuman hidup di kepala saja, contohnya.


Sebab agar bagaimana juga, di perjalanannya mithos tradisionil ikut peran dalam membuat pandangan serta perilaku warga Manggarai sepanjang beratus-ratus tahun.


Minimal Foucault serta beberapa filsuf postmoderenis menyarankan untuk menghormati pluralitas serta kebebasan memikir dalam pahami suatu hal.


**


Tapi satu kali lagi, sanggahan (elegkhos) Prof Felix dalam artikelnya itu adalah buah dari pertimbangan gawat mengenai satu objek abstraksi. Selebihnya, untuk usaha aksentika untuk terwujudnya kebenaran sejati. (Mencuplik ide aksentika Sokrates)


Lebih kurang demikian. Tulisan ini bukan berisi bantahan. Benar-benar bukan. Tidak lebih dari sebatas percakapan inspirasi alias artikel ngalor ngidul di awal minggu. Wkwkw


0 on: "Dengkul Serasa Mau Copot Usai Terkena Sepak Suhu Kenthiris"